Selasa, 10 Oktober 2017

Mengenal Bangsa Dewa

Di seluruh dunia ada kepercayaan dan pemujaan kepada dewa dan dewi, bukan hanya di Jawa atau Cina atau India saja, tapi juga di Eropa, Asia, Arab, Afrika, Amerika (Indian), Eskimo, Australia (Aborigin), Jepang, dsb, tetapi tidak semua dewanya benar-benar ada. Kebanyakan dewa dan dewi itu adalah hasil ciptaan / pemikiran manusia sendiri (pemujaan pada mitos dan legenda), dan di dalam persaingan antar bangsa masing-masing bangsa "menciptakan" sendiri dewa-dewa yang lebih "hebat" daripada dewa-dewa bangsa lain untuk maksud dipuja.
Bangsa Dewa yang benar-benar ada sosoknya adalah Dewa dan Dewi India, yang memiliki peradaban, tempat tinggal dan pusat pemerintahan di Kahyangan. Mengenai siapa saja nama-nama dan tokoh-tokoh dewa dapat disimak dari kebudayaan dan kepercayaan bangsa India atau dalam pewayangan. Walaupun beberapa tokoh dalam pewayangan tidak sungguh-sungguh ada sosoknya, dan ada juga jalan cerita yang dibelokkan, tidak lagi sesuai dengan cerita aslinya, tapi cukup untuk menjadi dasar pengetahuan kita mengenai bangsa dewa dan perilakunya.
Sosok-sosok dewa yang benar-benar ada hanya diketahui oleh orang-orang dan masyarakat yang berbudaya kebatinan dan spiritual tinggi.

Di tempat-tempat yang budaya kebatinan dan spiritualnya tidak tinggi, biasanya dewa-dewa mereka adalah dewa-dewa ciptaan pemikiran mereka sendiri untuk maksud dipuja (berhala). Termasuk raja-raja mereka juga disebut keturunan dewa, supaya dipuja dan dihormati oleh rakyatnya.
Sosok dewa-dewi yang benar-benar ada adalah Dewa dan Dewi India. Pemujaan pada kedewaan mereka bukan berdasarkan hasil pikiran manusia semata (animisme / dinamisme), tetapi berdasarkan kemampuan spiritual bangsa India yang bisa mendeteksi dan mengenal mahluk halus tingkat tinggi seperti dewa dan buto.
Pada jaman dulu, di negara India dan sekitarnya, 
yang hingga saat ini masih tetap merupakan wilayah dengan budaya kebatinan dan spiritual nomor 1 tertinggi di dunia, kebanyakan tokoh manusia dan orang-orang sakti dunia persilatan, selain menguasai ilmu-ilmu kesaktian, juga menguasai kebatinan dan spiritual tingkat tinggi, sehingga mereka juga mengenal mahluk halus berdimensi tinggi seperti dewa dan mengerti juga tentang wahyu-wahyu yang diturunkan oleh dewa. Dan berkelahi / bertarung dengan mahluk halus berkesaktian dan berdimensi tinggi seperti buto adalah sesuatu yang biasa.

Para Dewa berpusat tempat tinggal di Kahyangan, di lereng gunung Himalaya, sebagai pusat pemerintahan Dewa, tetapi sehari-harinya mereka tersebar ke banyak tempat, bukan hanya di India, nusantara dan Cina saja, tapi ke seluruh dunia. Dan wahyu-wahyu yang mereka turunkan adalah juga untuk semua orang di dunia. Ada banyak sekali bangsa dewa, tetapi yang umumnya dikenal oleh manusia biasanya hanya dewa-dewa utama saja yang menjadi tokoh-tokoh pemimpin di kalangan dewa, sedangkan selain dewa-dewa utama ada juga dewa-dewa setingkat senopati dan prajurit.
Dalam kehidupan para dewa, ada yang menjadi pemuka / tokoh pemimpin, ada yang menjadi senopati perang, ada juga yang menjadi prajurit. Batara Indra adalah Dewa berwatak keras yang diserahi tugas untuk urusan keamanan Kahyangan dan menjadi panglima perang bangsa dewa.
 
Pemerintahan dewa disusun oleh para tokoh / pemuka bangsa dewa. Manajeman mereka sangat terkoordinasi. Sekalipun bangsa dewa memiliki pemerintahan kerajaan kahyangan, memiliki pemimpin, panglima, senopati dan prajurit, tetapi tidak ada yang menjadi raja. Yang ada adalah kepemimpinan yang diakui oleh semua dewa dan masing-masing dewa memiliki tugas dan peran yang saling terkoordinasi. 

Para Dewa mengemban tugas dari Sang Penguasa Alam untuk menuntun dan mengayomi kehidupan manusia. Karena itu sebagian besar tujuan dari manajemen para dewa adalah untuk 
mempengaruhi kehidupan manusia, supaya semuanya sesuai dengan kehidupan yang dikehendaki oleh para dewa, yaitu tertib, beradab dan berbudi pekerti. Sehingga bila diketahui ada / akan ada seorang manusia atau mahluk halus yang berpotensi menjadi perusak kehidupan maupun moral manusia, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah / mengatasinya. Sesudahnya, bila ada manusia atau mahluk halus yang dianggap berjasa bagi dewa, atau dikasihi dewa, maka mereka akan diangkat kepada derajat yang tinggi (menurut pandangan para dewa), yaitu dijadikan dewa atau diberi kemuliaan setingkat dewa dan diberi tempat tinggal di kahyangan.

Dalam menjalankan tugasnya di bumi yang terkait dengan bangsa manusia, para dewa tersebar ke banyak tempat. Mereka 
mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan mereka terutama adalah dengan para pemimpin manusia (raja atau presiden) di seluruh dunia dan tokoh-tokoh spiritual tertentu yang mereka berkenan, dan peran mereka tersebut masih terus berlangsung hingga masa sekarang, tetapi tidak semua orang dapat melihat atau berhubungan dengan dewa, karena tidak memiliki spiritualitas yang tinggi, yang menjadi dasar untuk mengenal dewa.
Bangsa Dewa memiliki bentuk tubuh bermacam-macam. Kebanyakan memiliki bentuk tubuh dan ukuran yang sama dengan orang India, tetapi ada juga yang bertubuh seperti binatang, misalnya Hanoman dan Sun Go Kong yang bertubuh seperti kera dengan tinggi + 2 m dan Ganesha yang bertubuh manusia tetapi berkepala dan berwajah seperti gajah.
Selain yang asli sebagai dewa / dewi, ada beberapa dewa dan dewi yang asal-usulnya berasal dari bangsa manusia, karena dianggap berjasa kepada dewa, atau dikasihi oleh dewa. Ada juga yang asalnya dari bangsa manusia atau bidadari yang diperistri oleh dewa. Mereka mendapatkan penghormatan khusus dari para dewa, diakui / diangkat derajatnya menjadi dewa / dewi, diubah secara fisik menjadi dewa dan dewi, diberi kekuatan dan kesaktian setingkat dewa, dan diberi tempat tinggal bersama dewa di kahyangan. 

Bidadari adalah sebangsa mahluk halus yang wujudnya mirip manusia perempuan, berpakaian seperti penari atau perempuan ningrat jawa jaman dulu, yaitu memakai kain / kemben dan berselendang seperti penari jawa, hidup sebagai rakyat dan menjadi pelayan para dewa. Dalam waktu-waktu tertentu, biasanya pada malam bulan purnama, mereka diijinkan untuk turun ke bumi, 
untuk pergi ke tempat-tempat yang mereka ingin datangi.
Dari sisi 
energinya bangsa Dewa termasuk mahluk halus yang berenergi positif terhadap manusia.
Dari sisi kekuatan dan kesaktiannya bangsa Dewa memiliki kemampuan untuk melipat-gandakan kekuatannya sampai menjadi 3 kali lipat kondisi normalnya (triwikrama), dan kekuatan kesaktian maksimal rata-rata dewa ketika bertriwikrama bisa mencapai 300 kali lipat kekuatan-kesaktiannya Ibu Ratu Kidul.

Semua bangsa Dewa memiliki kemampuan triwikrama,  yaitu suatu kemampuan untuk memaksimalkan kekuatannya hingga mencapai 3 kali lipat kondisi normalnya. Keadaan ini biasanya terjadi dalam kondisi bertarung atau kondisi yang mengharuskannya mengeluarkan segenap kekuatannya. Yang sering kita dengar tentang triwikrama adalah triwikrama Dewa Wisnu. Triwikrama Dewa Wisnu terkenal dalam pewayangan karena pada saat bertriwikrama itu tubuhnya berubah menjadi raksasa tinggi besar menakutkan. Begitu juga dengan Batari Durga. Pada saat bertriwikrama tubuhnya berubah menjadi raksasi tinggi besar menakutkan. Sedangkan dewa-dewa lain yang sedang bertriwikrama bentuk tubuhnya tidak berubah, hanya kekuatannya saja yang bertambah.

Bangsa Dewa termasuk 
mahluk halus yang berdimensi tinggi. Sulit untuk dilihat dengan mata, termasuk oleh orang-orang yang mampu melihat gaib (kecuali mereka menguasai dimensi spiritual yang tinggi). Bahkan para mahluk halus sendiri pun jarang ada yang bisa melihat Dewa. Biasanya para dewa-lah yang menunjukkan dirinya kepada manusia, barulah manusia dapat melihat mereka. Selain sulit dilihat, energi fisik mereka pun sangat halus dan sulit untuk dideteksi, sehingga jarang ada yang dapat mengetahui / merasakan kehadiran mereka, termasuk para mahluk halus sekalipun, walaupun sedang ada dewa yang hadir di dekat mereka.
Begitu juga dengan Kahyangan, tempat tinggal para dewa, dimensinya tinggi. Hanya mahluk-mahluk halus yang kekuatannya tinggi saja yang bisa melihatnya, hanya orang-orang yang tajam dan peka sekali batinnya saja yang bisa melihatnya.
Bila kita merasa sering melihat Dewa atau merasa mudah dan sering melihat dewa-dewa atau mahluk halus tinggi lainnya seperti malaikat, itu bisa menjadi petunjuk bagi kita bahwa mungkin saja diri kita berkhodam atau jangan-jangan di dalam badan / kepala kita ada bersemayam sesosok mahluk halus (ketempatan mahluk halus) yang sering memberikan kita gambaran gaib, yang mungkin saja gambaran gaibnya itu fiktif, hanya ilusi / halusinasi saja, bukan sosok gaib dan kejadian gaib yang sesungguhnya ada / terjadi, karena sesungguhnya bukan hanya manusia saja, bahkan mahluk halus dan khodam pun banyak yang tidak mampu melihat dewa dan mahluk halus berdimensi tinggi lainnya, kecuali mereka sengaja menunjukkan dirinya untuk dilihat / dideteksi. Baca juga : Terawangan / Melihat Gaib


Bangsa Dewa adalah mahluk halus yang berintelijensi tinggi seperti manusia. Mereka mempunyai peradaban dan pemerintahan dewa. Pada dasarnya mereka mempunyai tempat tinggal tetap di Kahyangan yang secara duniawi letaknya ada di lereng Gunung Himalaya, tetapi ada banyak Dewa yang tinggal di dunia manusia karena mempunyai maksud dan tujuan sendiri. Tetapi secara berkala mereka bertemu atau kembali berkumpul di kahyangan untuk urusan pemerintahan Dewa 
(Penulis pernah bertemu dengan para dewa yang sedang bersidang pada suatu malam purnama sekitar tahun 2008, di suatu lokasi penggalian situs Majapahit yang baru ditemukan di daerah Pare, Jombang-Kediri, Jawa Timur).

Misalnya Dewa Semar (Dewa Ismaya) dan Dewa Narada yang tinggal dan 'berkelana' di pulau Jawa. Mereka selalu bersama, sering berdiam atau mengunjungi Candi Dieng dan situs-situs Majapahit. Dewa Semar dan Dewa Narada memiliki ikatan batin dengan tempat-tempat tersebut, karena sejak jaman dulu mereka menjadi pengayom orang Jawa, terutama tokoh-tokoh pemimpinnya. Sesudah jaman Majapahit berakhir-pun Dewa Semar dan Dewa Narada masih menjadi pengayom orang-orang tertentu di Jawa, dengan tidak kelihatan mata.

Begitu juga dengan Dewi Kuan Im, Dewa Sun Go Kong dan Dewa kekayaan Tionghoa (lupa namanya), yang lebih sering berada di daratan Cina, karena mempunyai misi tertentu disana.


Dewi Kuan Im dan bidadari,

oleh Nikoagus Setiawan.






Dewi Kuan Im adalah dewa perempuan yang biasanya berada di daratan Cina, cantik dengan sorot wajah lembut dan teduh. Sama seperti Batara Guru, Dewi Kuan Im juga memiliki pancaran kekuatan spiritual berupa lingkaran halo berwarna kuning di belakang kepalanya. 

Dewi Kuan Im sering menampakkan diri kepada manusia dan sering menolong orang yang sedang kesusahan. Kadang dalam penampakannya beliau duduk di atas sebuah singgasana berbentuk seperti awan atau daun teratai dan membawa sebuah buku kitab berisi rahasia kehidupan, yang akan diajarkan atau diturunkan dalam bentuk wahyu atau wangsit kepada manusia yang menjalankan suatu laku tirakat / bertapa mencari pengetahuan spiritual tentang kehidupan. Dewi Kuan Im adalah salah satu dewa yang telah memberi Budha Gautama wahyu keilmuan dan spiritual, dan beliau mengetahui itu. Dan karenanya beliau sangat menghormati sang Dewi.

Dewa kekayaan Tionghoa (lupa namanya) bertubuh seperti orang tua Cina, gendut dan berkepala botak.

Dewa Hanoman dan Dewa Sun Go Kong memiliki bentuk tubuh seperti kera besar dengan tinggi tubuh + 2 m. Mereka mendedikasikan diri untuk membela kebenaran dan keadilan dan pantang mundur walaupun harus berhadapan dengan mahluk yang lebih sakti sekalipun. Tetapi mereka memiliki perbedaan. Hanoman bertubuh asli seperti kera putih besar kekar dan perwatakannya seperti orang tua. Sun Go Kong bertubuh seperti manusia tetapi berbulu coklat dan berekor seperti kera dan perilakunya seperti anak-anak yang suka bermain dan bercanda.

Dalam sejarah hidupnya, Dewa Hanoman pernah berguru kepada seseorang di Jawa Timur, yaitu kepada Resi Mayangkara. Karena ketekunan lakunya kesaktiannya meningkat menjadi 2 kali lipat daripada sebelumnya yang sama dengan kesaktian rata-rata dewa utama. Resi Mayangkara telah menjadikan Hanoman dewa yang paling sakti, bahkan melebihi kesaktian Dewa Wisnu dan Dewa Semar. 

Kemudian setelah itu banyak dewa lain datang berbondong-bondong ingin juga belajar kepada sang resi. Tetapi mereka tidak dapat menemukan keberadaan sang resi walaupun sudah dicari-cari hingga ke pelosok negeri. Resi Mayangkara sudah lebih dulu moksa, masuk ke alam gaib bersama dengan raganya. Dan di alam gaib pun beliau menggunakan suatu ilmu halimunan, sehingga tidak ada mahluk halus, termasuk bangsa dewa, yang dapat melihatnya.

Resi Mayangkara memang tidak mau sembarang menerima murid, tetapi kepada Dewa Hanoman beliau berkenan dan menaruh harapan. Perwatakan dewa Hanoman yang sepuh dan seperti ksatria prajurit menjadikan Resi Mayangkara percaya bahwa Hanoman akan menggunakan ilmunya hanya untuk kebajikan. 

Sampai sekarang situs tempat pertapaan Resi Mayangkara di desa Menang dekat Pare, Jawa Timur, masih sering didatangi oleh para peziarah yang berharap sesuatu kepadanya. Tetapi beliau sendiri sekarang sudah tidak lagi tinggal di sana, yang ada adalah dhanyang-dhanyang setempat yang menjaga kesakralan pertapaannya.

Situs tempat pertapaan Dewa Hanoman menimba ilmu tidak jauh letaknya dari situs tempat pertapaan Resi Mayangkara di dekat Pare, Jawa Timur, dan masih sering didatangi oleh para peziarah yang berharap sesuatu kepadanya. Tetapi sama seperti Resi Mayangkara, beliau sekarang sudah tidak lagi tinggal di sana, yang ada adalah dhanyang-dhanyang setempat yang menjaga kesakralan pertapaannya.


Dewa Semar dan Dewa Narada memiliki bentuk tubuh yang hampir sama, yaitu seperti orang tua bertubuh gemuk dan gendut, dan tubuh agak membungkuk. Wajah mereka putih seperti memakai bedak putih dengan tinggi badan kira-kira 2 m (seperti rata-rata tinggi badan orang Eropa). Perilaku dan sikap sepuh berpikirnya sangat bijaksana, cocok menjadi orang-orang tua pengayom.

Seharusnya Dewa Semar yang menjadi pemimpin di Kahyangan. Sosok bijaksana dan mengayomi ditambah kesaktiannya yang lebih tinggi dibandingkan dewa-dewa lain (tetapi tidak lebih tinggi dari Dewa Wisnu, setara), menjadikannya sosok pemimpin yang diterima oleh semua dewa. Tetapi Dewa Semar lebih suka tinggal di bumi bersama manusia, karena beliau memiliki misi tersendiri. Kepemimpinan Kahyangan diserahkan kepada Batara Guru. Jadi secara de yure kepemimpinan ada di tangan Batara Guru, tetapi secara de facto  Batara Semar yang dijadikan pemimpin. Bahkan Batara Guru pun mengkonsultasikan dulu semua keputusan yang sifatnya penting kepadanya, misalnya tentang wahyu keprabon dan wahyu-wahyu besar lain yang akan diturunkan kepada seorang manusia. Dewa Semar adalah dewa pemimpin yang turun ke bawah.



Tambahan :

Ulasan di bawah ini terinspirasi pertanyaan dari seorang pembaca dari penglihatannya tentang adanya sosok gaib seorang perempuan cantik yang 
menghuni dasar sungai Gangga, yang berpakaian kain sari India, memakai kerudung ala wanita India, warna pakaian dan kerudungnya merah.










Makara Sungai Gangga,

oleh Nikoagus Setiawan.


Sepengetahuan Penulis disana benar ada sosok itu, tetapi itu bukan Dewi, itu adalah pemimpin dari para dhanyang yang menjaga Sungai Gangga, yang menyampaikan laporan tentang permohonan orang-orang yang datang ke Sungai Gangga itu ke Kahyangan.

Dewi Gangga sendiri tinggal di istana kecil di bagian hulu Sungai Gangga di pegunungan. Di sungai itu juga ada sesosok naga / makara sungai Gangga yang biasa menjadi tunggangan Dewi Gangga. Aslinya panjang naga itu sekitar 1 km.

Sungai Gangga adalah sebuah sungai di India yang dianggap suci dan sakral dan dijadikan tempat ritual keagamaan dan ritual pribadi oleh masyarakat setempat.
Dewi Gangga bertugas menjaga kesucian dan kesakralan sungai Gangga.
Dewa Ganesha juga sering turun mengunjungi orang-orang yang datang ke Sungai Gangga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar