PȆPÉLING ING JAMAN DAHURU
Sekedar pengingat di zaman huru-hara gejolak alam
Selaraskan & Harmoniskan diri Mikro-Makrokosmos
Eling dan Waspadha
Merubah Musibah & Bencana Menjadi Berkah & Anugrah
Eling dan Waspadha
Merubah Musibah & Bencana Menjadi Berkah & Anugrah
Jaman dahuru akèh hêra-hêru, bantala lir ginaru-garu, wong-wong padha mlayu, kadya gabah dèn intêri. Langit pêtêng ndhêdhêt lêlimêngan. Banjir bandhang, udan barat kilat thatit makêmpra lir cêmêthi-ning jagad, banyusêgara munggah daratan, daratan karoban toya darat, lindu sêdina kaping pitu, lêmah longsor lêmah padha mlaku. Gunung-gunung samya njêbluk, sawusé Sinabung lan Marapi ing tlatah kulon, Kelud ing wetan, banjur Mêrapi ing tlatah têngah, sanalika kairing panjêbluking 127 ardi gêni ing saindênging Nuswantara. Dénya samya diéling kalawan waspadha karêbèn lolos lulus sak sêla-sêlané waja garu. Sing jêjêg anggoné padha mlaku murih atêmahan wilujêng rahayu kang tinêmu, bandha lan bêgja kang têka. Jaya-jaya wijayanti. Kalis ing rubéda nir ing sambékala. Muriha bisa hanggayuh urip kang MONCÈR ing warsa moncèr iki.
Jika dikatakan prahara dan bencana tidaklah tepat. Jika dikatakan anugrah, belum tentu. Semua tergantung kepada diri kita masing-masing. Apakah mampu merubah musibah menjadi berkah ? Bagaimana cara kita merubah musibah dan bencana menjadi berkah dan anugrah ? Silahkan simak coretan berikut ini.
Berkah dan anugrah bagaikan piala tanda penghargaan atas suatu prestasi. Tanda penghargaan tidak akan diberikan kepada orang yang tidak berharga karena tidak berprestasi untuk kehidupan di planet bumi ini. Maksud saya orang yang berprestasi bukan jenis orang yang rajin melakukan upacara atau ritual agama. Melainkan orang yang rajin melakukan amal kebaikan (donodriyah) kepada seluruh mahluk dan lingkungan alam. Amal kebaikan yang penuh kasih dan dilakukan dengan ketulusan, tidak pilih kasih. Istilah amal kebaikan terlalu naïf, dan abstrak untuk dipahami. Lebih mudahnya kita dalam memahami amal kebaikan (dånådriyå), cukup dengan pemahaman simple yakni : hidup kita berguna untuk semua orang, tanpa pandang bulu golongan, agama, suku, ras, dan hidup kita ada gunanya untuk seluruh mahluk hidup lainnya. Disebut berguna apabila kita dapat memberikan KEHIDUPAN bagi seluruh mahluk. Hal yang sebaliknya terjadi apabila hidup kita hanya menciptakan kerusakan kepada sesama bangsa manusia, bahkan merusak kehidupan seluruh mahluk. Itu namanya kejahatan dan dosa besar.
Rubahlah Musibah & Bencana Menjadi Anugrah & Berkah
Orang yang mampu merubah musibah dan bencana menjadi berkah adalah orang yang mampu melakukan segala dånådriyå atau perbuatan positif yang berguna untuk kehidupan seluruh mahluk. Apa hubungan antara bencana, dånådriyå dan keselamatan ? Dånådriyå mempunyai fungsi utama untuk membangun keselarasan antara mikrokosmos (individu manusia) dengan makrokosmos (jagad raya dan hukum tata keseimbangannya). Keselarasan akan terjadi antara pribadi yang mempunyai sifat-sifat sebagaimana sifat alam semesta (lihat posting Pusaka Hasta Brata). Yakni selalu memberi kehidupan kepada seluruh mahluk, tulus tanpa pamrih, dan tak pernah pilih kasih. Sekalipun kepada penjahat, tetap saja alam memberikan oksigen dan air untuk kelangsungan hidupnya. Namun si penjahat tidak akan bisa lolos untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada hukum alam yang maha adil. Dengan dånådriyå berarti kita sudah semakin selaras dan harmonis terhadap hukum tata keseimbangan alam, hukum keadilan alam. Siapa saja yang hidupnya selaras tentu hukum alam akan menjamin keselamatan lahir batinnya. Begitulah Sang Hyang Jagadnata membuat suatu hukum atau rumus kehidupan di jagad raya ini. Hukum alam diciptakan oleh Sang Hyang Jagadnata untuk bekerja dalam mekanisme yang otomatis dapat mengadili setiap mahluk hidup berdasarkan prestasinya masing-masing. Dan hukum ala mini tidak pernah menyisakan secuilpun ketidakadilan. Masuk akal !
Oleh karena itu, saya simpulkan bahwa dengan melakukan dånådriyå secara kuantitatif (volume dan intensitas) dan kualitatif (ketulusan dan tepat sasaran) itu artinya kita sedang membangun “pagar gaib” yang akan melindungi diri kita dari segala macam bahaya akibat bencana alam maupun musibah kemanusiaan. Jika para pembaca yang budiman menyadari apa isi dan esensi tulisan ini, itu artinya sudah berada dalam tahap éling. Eling berarti juga menjiwai (jiwa). Dan apabila para pembaca yang budiman giat menerapkan apa yang sudah dipahami, sembari selalu melakukan evaluasi diri, itu artinya sudah berada dalam tahap waspadha. Waspada berarti juga mewujudkan apa yang sudah dijiwai (“mengeluarkan” jiwa ke dalam perbuatan nyata atau kajawa). Jawa merupakan ringkasan dari jiwa kang kajawa. Orang Jawa yang belum mengimplementasi apa yang dijiwainya berarti masih gak njawa. Kewaspadaan termasuk waspada dalam mencermati bahasa alam dan memahaminya secara tepat. Sebab hukum tata keseimbangan alam semesta ini sungguh maha adil. Setiap kali akan ada bencana alam, sebelumnya alam semesta sudah memberikan tanda-tandanya yang bisa oleh siapapun yang mau dan mampu membaca (ilmu sastra-jendra). Kemampuan seseorang membaca bahasa alam maupun melihat masa depan hingga 1 juta tahun ke depan tidaklah tepat dicap dan disangka akan mendahului kehendak tuhan. Jika Anda mau jujur dan berani menggunakan akal sehat, sebenarnya pendapat itu nadanya terasa janggal sekali. Semua orang tidak akan bisa mendahului kehendak Tuhan. Karena secara akal sehat Tuhan yang mahakuasa tidak akan bisa didahului oleh siapapun. Jika ada Tuhan yang bisa didahului kehendakNya, pastilah dia tuhan palsu yang ada dalam imajinasi pikiran (sadar dan bawah sadar) dan tertancap di dalam emosi (iman) saja. Monggo, mindset-nya boleh di-resetting lagi.
Perlu untuk merubah mindset secara tepat dalam memahami alam semesta dan apa sejatinya hidup ini, agar kita bisa melakukan dånådriyå dengan tepat sasaran. Pada gilirannya ketepatan sasaran itu sangat menentukan besar kecilnya prestasi kita memberikan manfaat untuk seluruh mahluk hidup. Dengan banyak melakukan dånådriyå, itu artinya kita sudah berada dalam lajur yang akan mengarah pada tujuan utama yakni keselamatan lahir batin dan lokasi di mana berkah anugrah berada.
Mari kita pahami musibah dan bencana Nasional bahkan dunia ini, sebagai suatu proses ujian kenaikan kelas. Atau kita pahami saja, kita sedang berada di arena kompetisi untuk melakukan prestasi hidup. Siapa yang prestasinya tinggi, tentu akan mendapatkan piala penghargaan tinggi dari alam. Sebaliknya siapa yang tidak berprestasi atau malah wanprestasi, tentu tidak akan luput dari vonis alam. Dan menjadikan kita sulit lolos dari celahnya garu(seleksi) alam.
Terakhir, kiat-kiat agar musibah dan bencana menjadi berkah dan anugrah, kita lolos lulus atas seleksi alam yang sedang terjadi. Kita semua tak perlu protes, tak perlu menolak, setulusnya biarkan mekanisme hukum alam melaksanakan tugasnya sendiri agar segera kabut hitam yang menggelayut di atas bumi Nusantara maupun berada dalam diri kita masing-masing segera tersibak menjadi terang benderang. Karena diri kita merupakan bagian dari alam itu sendiri. Bagi yang tidak terima dan tidak memahaminya, justru akan tergilas oleh dinamika alam semesta itu sendiri. Kita hanya perlu selaras dan harmonis dengan alam. Berhasil atau tidaknya penyelarasan dan harmonisasi butuh beragam ilmu pengetahuan dan spiritual. Tak cukup hanya mengandalkan satu atau dua disiplin ilmu saja, apalagi hanya mengandalkan dogma-dogma usang. Marilah buka mata hati, buka pikiran dan sudah saatnya mengkonstruksi mindset yang lebih canggih dalam memahami alam semesta dan kehidupan yang maha kompleks ini. Bergurulah kepada seluruh mahluk dan apapun benda yang tergeletak di muka bumi maupun yang tersimpan di dalam tanah. Yang melayang di awang-awang maupun yang ada di dalam rahasia kegaiban. Kenali jati diri, golèkono tapaké kuntul anglayang. Golèkono galihé kangkung.
Pralampita
Pada posting kali ini, sekaligus saya selipkan suatu fenomena alam. Bukan untuk menakuti sebaliknya agar kita lebih berhati-hati dalam meneruskan hidup di tahun ini supaya berhasil meraih kehidupan yang moncèr. BMKG dan BVMBG serta masyarakat tak perlu mebiasakan diri meremehkan pertanda alam apalagi menganggapnya sebagai hoax. Jika sikap itu semakin menjadi-jadi dan membudaya, maka kebodohan bangsa ini tak akan segera kunjung usai.
Coba perhatikan kedua gambar berikut ini. Keduanya berbentuk tokoh wayang Prabu Sentanu raja Hastinapura. Wayang Sentau ternyata melambangkan mangejawantahnya Kyai atau Mbah Sentanu yakni entitas hidup yang menjaga Gunung Merapi ada di posisi lereng utara. Kyai Sentanu muncul dalam bentuk konfigurasi awan pada tanggal 24 Januari 2014 sore hari jam 16.30 wib, atau 2 hari sebelum gempa Kebumen tanggal 26 Januari 2014. Dalam pewayangan Jawa, gambar Prabu Sentanu menghadap ke kanan. Tetapi dalam penampakan konfigurasi awan menghadap ke kiri. Dari sudut pandang saya waktu itu Prabu Sentanu menghadap ke arah kiri (utara) mengarah ke Gunung Merapi.
Kêmis wagé tanggal 30 Januari 2014 ini terjawab sudah apa makna di balik fenomena bahasa alam itu. Kyai Sêntanu sendiri menerangkan pratandha iku pada karo lindhu, banjir, tanah longsor lan sapiturute kang ana ing sadengah papan, untuk memberikan peringatan kepada bangsa manusia akan bahaya besar di sebelah utara (dari perspektif saya saat melihatnya yakni arah ke Gunung Merapi), aja mburu bandha, nyawa dipikiraké…! Pesan untuk seluruh manusia, jangan lupa diri berburu harta. Dan bagi masyarakat sekitar Merapi jangan mengutamakan harta bendanya, tapi di saat Merapi mulai bergejolak cepatlah mengungsi untuk menghargai nyawanya. Lebih lanjut, mêngko yèn wus titiwanciné Mêrapi bakal gung kobar lan ngêdalaké hawa panas kang panasé tikêl sêpuluhé duk rikala taun 2010. Kabèh kuwi mau amarga jagad nêmbé rêrêsik, panca agni nyucèni jagad, lan nata bantala supaya kahanan dadi tata titi têntrêm kêrta raharja.
Ya, memang demikian sudah klop dengan pesan para leluhur maupun pralampita bahwa tahun moncèr ini memang jagad sedang sesuci diri, melalui unsur air, udara, api dan tanah. Ke empat unsur alam sedang menata diri dan saat ini belumlah puncaknya. Menata dirinya alam ini, biasanya dibahasakan oleh manusia sebagai gejolak bencana alam.
Rubahlah Bencana Alam
Saudara-saudaraku semua, para pembaca yang budiman. Mari kita merubah pola pikir yang lebih arif dan bijaksana. Jika para gunung sudah mulai meletus, air laut banjir menerjang daratan di berbagai wilayah. Badai menyapu daratan. Api berkobar di mana-mana. Gempa sehari tujuh kali. Kita pahami bahwa bencana alam bukan untuk menteror makhluk hidup, melainkan fenomena alam yang alami dan wajar. Fenomena alam yang sering disebut sebagai bencana itu bukan untuk menteror dan mengintimidasi bangsa manusia dan bangsa lainnya. Akan tetapi fenomena alam itu bisa menjadi teror terhadap orang-orang yang gagal memahami apa artinya hidup ini. Dan menjadi “hantu” bagi orang yang gagal mencapai kesadaran spiritual kosmologis. Atau akan membuat stress dan kecut wajah bagi orang-orang yang mendem agomo dan mabuk donga. Bukan pula Tuhan sedang menjajal iman. Sebaliknya Sang Hyang Jagadnata sedang menabur berkahnya untuk seluruh makhluk. Tersenyumlah dan bersyukurlah saat melihat fenomena alam yang begitu dahsyat. Nikmatilah keindahannya. Hindari resikonya, dengan sikap eling dan waspada agar tidak terkena residu fenomena alam sedang yang menata diri. Sekali lagi fenomena alam bukanlah musibah, tetapi merupakan berkah yang sedang berproses. Ibarat Jamu Jawa, pertama diminum pahit, tetapi akan menyembuhkan dan menyehatkan dengan proses yang alamiah. Bencana bukanlah bencana, ia merupakan fenomena alam yang wajar dan alami sebagai bentuk alam sedang menata diri. Memperbaiki sistem tata keseimbangan alam yang sudah butuh direparasi. Berkat fenomena alam itu, maka sesudah suatu peristiwa terjadi, seluruh makhluk akan diuntungkan. yang diperlukan hanyalah mengantisipasi dan menghindari resikonya saja. Kiranya kita butuh pemahaman sederhana seperti dalam analogi berikut, jika ada seorang petani yang sedang mencangkul tanah, minggirlah agar tidak terkena hantaman cangkul.
Semua orang sudah mengerti dan maklum jika Tuhan mahatahu. Tapi kita memahami apa yang terjadi, itu jauh lebih penting. Agar layak disebut wong kang bisa nggayuh kawicaksananing Gusti. Orang yang benar-benar memahami apa yang terjadi akan lebih mudah memperoleh keselamatan, meraih kesuksesan hidup, serta ketentraman lahir dan batin. Jaya jaya wijayanti. Donga-dinonga andum slamêt untuk seluruh pembaca yang budiman, dan sêdulurku kabèh ing papan ngêndi waé.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar